JAKARTA -- Isu adanya skenario "menghabisi" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nampaknya bukan sekadar isapan jempol.Tanda-tanda pembenaran isu itu, sedikit-demi sedikit mulai nampak. Setelah ketua KPK Antasari Azhar tergilas kasus pembunuhan, semalam dua rekannya di KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah menyusul ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, setelah keduanya diperiksa secara marathon dari jam 10.00 pagi hingga menjelang tengah malam tadi.
Pengumuman penetapan tersangka itu disampaikan Direktur III Bareskrim Polri, Komisaris Besar Yovianes Mahar, dipenghujung malam Selasa (15/9). "Jadi tersangka atas tuduhan yang kemarin, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa orang melakukan sesuatu.
Yang jelas kita tetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan kewenangan," ujar Mahar. Keduanya, Bibit dan Chandra disangka pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999, juncto UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto pasal 421 KUHP, dan pasal 12 huruf e juncto pasal 15 UU Nomor 31 Tahun 1999. "Hukuman minimal satu tahun, maksimal enam tahun," sebut Mahar.
Ditanya soal perlunya penahanan, Mahar mengaskan bahwa hal itu tergantung sikap kooperatif kedua tersangka. Bisa saja, keduanya langsung ditahan, atau juga menjadi tahanan rumah."Ya kalau kooperatif ya baik, artinya tidak melarikan diri atau tidak menghilangkan barang bukti," tandasnya.
Penetepan kedua pejabat KPK sebagai tersangka sebenarnya sudah banyak diperkirakan.Dan kondisi ini, mengundang banyak keprihatinan dari masyarakat. Sejauh ini, dukungan terhadap KPK memang masih terus mengalir.
Kemarin, ratusan massa yang terdiri aktivis anti korupsi, mahasiswa, kaum profesional dan para pegawai KPK melepas Bibit dan Chandra, sebelum mendatangi pemeriksaan polisi. Diantara pendukung KPK menggelar spanduk protes. Diantaranya, "Selamatkan KPK" ada pula spanduk yang menyindir SBY, "Your Silent on KPK Matters is not Golden."
Desakan agar Presiden SBY segera turun tangan atas perseteruan antar lembaga hukum ini memang sudah santer disuarakan banyak pihak. Mantan Wakil Ketua KPK Ery Riyanan Hardjapamekas juga menyerukan hal serupa.
Camour tangan Presiden memang diharapkan sebagai bentuk campur tangan hukum. Tetapi, Presiden diharapkan bisa memilah, mengapa kepentingan oknum kecil itu dibiarkan begitu saja. Menurut Ery, penegakan hukum tetap harus dihargai."Tetapi, apabila dengan alasan yang diada-adakan, itu kan aneh."
Sebagai mantan KPK, Ery mengaku prihatin dengan kondisi ini.Dia mengungkapkan apabila benar ada penyalahgunaan kewenangan, hal terseut akan menjadi preseden buruk. "Kejaksaan dapat mempermasalahkan kewenangan pula nantinya," ujarnya. Sengketa itu harusnya bisa diselesaikan lewat Judicial Review.
Siang hari, di Mabes Polri, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji membantah isu keretakan hubungan antara Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Susno yang mengenakan baju putih lengan panjang itu menjelaskan, di KPK terdapat personel dari Polri dan Kejaksaan Agung.
Susno bahkan berjanji akan tampil paling depan jika ada pihak-pihak yang berusaha menghancurkan KPK. "Ini bukan lip services. Kalau ada yang menghacurkan KPK, kita [Polri] tampil paling depan khususnya saya,"katanya. Bahkan, Susno dengan lantang mengaku dirinya dulu ikut mendirikan lembaga KPK itu. "Dulu saya mewakili Polri," ujarnya. (jpnn)
diambil dari :
http://www.fajar.co.id/index.php?option=news&id=69221
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">